01 Maret, 2012

Mangsa empuk indoktrinator

Paling rentan dan paling mudah diindoktrinasi biasanya adalah orang yang tidak terbiasa berpikir kritis, malas bertanya dan malas mencari fakta.

Biasanya yang seperti itu sejak lahir dibiasakan percaya tahayul dan mitos yang wajib dipercaya tanpa bisa dipertanyakan. Masa kecil bersama ancaman pamali, ora ilok dan berbagai teror ghaib lainnya, lalu tumbuh dewasa dengan keyakinan kaffah pada dongeng-dongeng suci warisan leluhur.

Terbiasa menerima kebenaran "versi otoritas" membuatnya jarang penasaran, malas mengkritisi, apalagi menguji kebenarannya. Daripada repot mikir, mending ikut saja lah sama pemimpin. Begitulah prinsipnya dia.

Tapi apa benar korbannya hanya dari kalangan yang malas berpikir?


Begitu ampuhnya taktik indoktrinasi, korban indoktrinator tidak terbatas pada kalangan pemuja tahayul lho. Para kafir, atheis, budayawan, filusuf dan anarko (yang sering dengan sok skeptis menolak doktrin agama, pakai bawa-bawa sains pula), ternyata banyak juga jadi korban indoktrinasi.

Tebak, indoktrinasi apa yang memakan mereka? Yap. Industri Candu!!

Dengan mengerahkan ahli psikologi dan teknologi manipulasi-pikiran terkini, industri rokok menjadi indoktrinator yang sangat buas. Mungkin lebih buas dari ahli kitab yang paling ganas. Lewat bombardemen iklan yang intensif, pikiran manusia diindoktrinasi agar mengasosiasikan rokok dengan "berani" atau "apa adanya" atau "setia kawan" atau "sukses" dan apapun yang dirasa "keren" oleh korban.

Lewat berbagai muslihat manusia dirayu agar "pikir pendek" dan "go ahead" mencoba rokok. Setelah kecanduan tak perlu dirayu lagi, efek ketagihan akan memaksa korban membeli lagi, dan lagi, dan lagi... Atau minta teman saat tak mampu beli. Sambil sukarela mengarang berbagai pembenaran jenius demi melestarikan kecanduannya.

Mengerikan bukan? Tidak harus malas berpikir untuk jadi korban indoktrinasi. Walaupun kita merasa sudah termasuk "kritis", kalau kita tidak tahu taktik indoktrinasi, peluang untuk jadi korban tetap terbuka lebar.

Saya, Anda dan semua orang semua adalah mangsa-mangsa empuk indoktrinasi, jika kita tidak waspada.

Kalau menurut Anda mangsa empuk untuk indoktrinasi itu yang bagaimana?
3

3 komentar:

  1. Saya setuju om ama salahnya indoktrinasi rokok, rokok itu emang gak bagus dan bisa ngerusak kesehatan warga om. Tapi kalo menurut om admin, gimana ya caranya stop itu ketergantungan warga terhadap rokok? Karena kalo dipikir apabila industri rokok diberhentikan, akan muncul banyak masalah baru, salah satunya meledaknya tingkat pengangguran (sangat banyak orang Indonesia bekerja di perusahaan rokok)? nah caranya gimana ya om biar bisa dihentikan itu indoktrinasi oleh rokok? Kalo mengharapkan pemerintah, gak bisa diharapkan gak sih om??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertanyaannya saya pisah-pisah ya, biar jelas...

      1. Cara stop ketergantungan warga pada rokok?

      Jika yang dimaksud ketergantungan adalah kecanduan. Jawabannya: Saya tidak tahu. Setahu saya, orang kecanduan rokok sudah tidak punya harapan untuk berhenti. Kalau ada harapan itu keciiil sekali. Hanya segelintir pecandu ajaib bin abnormal yang akan berhasil berhenti merokok karena kemauannya sendiri. Tahu sendiri lah, dorongan untuk terus merokok, baik yang asalnya dari dalam diri maupun dari luar akan terlalu besar untuk ditahan oleh seorang pecandu rokok. Saya bisa ngomong gini karena saya mantan :) Dan kalau situ seorang perokok, pasti situ ngerti banget lah gimana mustahilnya untuk berhenti.

      Jadi ya harus dimaklumi dan tidak usah dipaksa berhenti. Yang perlu diatur tegas adalah cara menikmati kecanduannya, supaya tidak merusak orang lain dan tidak menulari generasi berikutnya.

      2. Industri rokok diberhentikan?

      Tidak perlu, Dan memang bukan itu yang saya mimpikan dari meningkatnya kekebalan terhadap indoktrinasi. Justru kalau dilarang, produksi akan terus jalan diam-diam atau diimpor illegal, keadaannya akan persis seperti narkoba saat ini dimana haramisasi justru membuatnya semakin menguntungkan dan menggiurkan untuk diperjualbelikan.

      Biar saja tetap beroperasi dan menafkahi banyak orang yang sama sekali sudah tak punya pilihan hingga terpaksa hidup dari menjual candu.

      Yang penting diawasi adalah iklan rokoknya, karena fungsi utamanya adalah merekrut umat baru, biasanya anak-anak, agar mencoba lalu kecanduan. Setelah kecanduan ya ga usah digoda lagi juga sakaw beli sendiri.

      3. Menghentikan indoktrinasi iklan rokok

      Mengehentikan tentu sulit. Uang para kapitalis rokok itu sudah tumpah-tumpah jumlahnya. Dengan duit itu mereka bisa bayar apapun yang mereka inginkan, termasuk kebijakan pemerintah.

      Yang bisa dilakukan ya mulai dari pendidikan yang benar. Kita harus cari suatu cara untuk meningkatkan daya pikir kita agar tidak mudah diindoktrinasi. Nah, saya bikin blog ini ya tujuannya itu, semoga bisa meningkatkan kekebalan, baik dari indoktrinasi rokok maupun indoktrinasi yang lain, hehe.

      Hapus
    2. cieee... Om Gorila. Mantannya siapa, Om...?
      *colek-colek*
      *abaikan*

      Hapus